Laut Indonesia masih menyimpan jutaan misteri, walaupun berbagai metode dan analisa terus dibangun untuk mencatat perubahan dan meramalkan perkembangannya. Kumpulan peneliti dan konservasi pun berhasil membukukan informasi baru bahwa 5 dari 9 spesies hiu berjalan ternyata menghuni perairan timur laut Indonesia.
Memang semua hiu pasti bisa berenang, tetapi hanya beberapa spesies saja yang bisa berjalan sehingga disebut Hiu Berjalan (Walking Shark). Gerakannya di dasar laut yang menggunakan sirip-siripnya untuk bergerak seperti melata atau berjalan inilah yang disebut Walking Shark.
Spesies langka ini hidup di perairan dangkal dan umumnya bisa dilihat pada malam hari. Kelompok Hiu Berjalan secara taksonomi sering disebut dengan Hiu bambu (bamboo shark), dan termasuk dalam Genus Hemiscyllium.
Data dari studi yang dilakukan Conservation International (CI), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Western Australian Museum, dan California Academy of Science menyatakan bahwa dari lima spesies yang berhasil di data ternyata 4 di antaranya bersifat spesies endemik di Indonesia. Dengan kata lain spesies ini hanya ada di Indonesia.
Empat spesies biu berjalan endemik Indonesia antara lain adalah Hiu Berjalan Raja Ampat (Hemiscyllium freycineti), Hiu Berjalan Teluk Cendrawasih (Hemiscyllium galei), Hiu Berjalan Halmahera (Hemiscyllium halmahera), dan Hiu Berjalan Teluk Triton Kaimana (Hemiscyllium henryi). Satu spesies lainnya yaitu Hemiscyllium trispeculare ditemukan di perairan Aru Maluku, namun spesies ini hidup juga di pantai utara dan barat Benua Australia.
“Dengan melakukan snorkeling atau berperahu di perairan dangkal, Hiu Berjalan akan mudah dijumpai. Namun karena spesies ini mudah ditemukan, ancaman keberlanjutannya juga semakin besar. Bila dikonservasi dengan baik maka kehadiran spesies ini akan menjadi pesona pariwisata yang unik dan meningkatkan nilai pariwisata.” kata Marine Program Director CI Indonesia Victor Nikijuluw seperti dikutip dalam siaran pers yang diterima Kesiniaja.com.
Para peneliti dari kelompok gabungan juga berhasil mendata dan menyimpulkan bahwa daerah sebaran sembilan spesies ternyata hanya terbatas di wilayah cincin utara Benua Australia, Papua Nugini, Perairan Papua Barat, Halmahera, dan Laut Aru. Temuan yang didukung oleh Mark Erdmann dan Gerald Allen dari CI dan Western Australian Museum ini merupakan perkembangan hasil temuan sebelumnya yang menunjukkan daerah sebaran yang luas dari bagian utara Benua Australia, Papua Nugini, hingga Seychelles di Samudera Hindia dan Pulau Solomon di Pasifik.
Sementara itu pakar hiu dari LIPI, Fahmi menjelaskan bahwa sebaran Hiu Berjalan yang terbatas antara lain disebabkan karena memiliki sifat biologi yang unik, tidak seperti spesies ikan terumbu karang lain. Kelompok ikan hiu ini memiliki kemampuan berenang yang terbatas dan amat tergantung pada habitat dan kedalaman tertentu sehingga tidak sanggup bergerak jarak jauh dan tidak memiliki potensi sebaran yang tinggi.
Selain itu, tipe reproduksi dari kelompok hiu ini adalah dengan meletakkan telurnya pada substrat tertentu untuk kemudian menetas dan berkembang menjadi menjadi individu dewasa pada habitat yang sama. Ia berharap pembangunan pariwisata secara berkelanjutan di Kabupaten Raja Ampat dan Kaimana, Papua Barat akan terus memperhatikan keberlanjutan spesies yang unik ini.
“Hasil temuan ini akan dikomunikasikan kepada pemerintah daerah sebagai pengelola kawasan pesisir untuk mendorong perlindungan bagi spesies hiu berjalan di Indonesia, “ jelas Fahmi.