Sebagai salah satu mahakarya arsitektur terbesar dan termegah di dunia, Candi Borobudur telah lama menjadi simbol kejayaan budaya dan spiritualitas Indonesia.
Berdiri megah di Magelang, Jawa Tengah, candi ini tak hanya menawarkan keindahan visual, tetapi juga memuat makna filosofis mendalam yang tercermin melalui struktur, relief, dan fungsinya sebagai pusat pembelajaran agama Buddha.
Menyelami kisah Borobudur berarti memahami lebih jauh tentang sejarah, ajaran spiritual, serta keajaiban arsitektur yang telah diakui dunia.
Sejarah Singkat Pembangunan Candi Borobudur
Pembangunan Candi Borobudur diperkirakan berlangsung antara tahun 775 hingga 832 Masehi, pada masa kejayaan Dinasti Syailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno.
Meski tidak ada catatan pasti, para ahli arkeologi menyimpulkan informasi ini berdasarkan kajian prasasti dan relief yang ada.
Menurut penelitian epigraf J.G. de Casparis, Candi Borobudur didirikan oleh Raja Samaratungga bersama putrinya Pramodhawardhani. Penyelesaian pembangunannya diduga terjadi di masa kepemimpinan Rakai Pikatan, yang menikahi Pramodhawardhani.
Candi Borobudur dibangun dengan mengusung konsep mandala, sebuah gambaran kosmologi alam semesta dalam ajaran Buddha Mahayana dan Tantrayana, sekaligus menjadi tempat ritual dan meditasi untuk mencapai pencerahan.
Arsitektur dan Struktur Candi Borobudur
Borobudur memiliki struktur bertingkat yang luar biasa, mencerminkan perjalanan spiritual manusia dari dunia fana menuju pencerahan.
- Bentuk Dasar: Berbentuk bujur sangkar berukuran 123 x 123 meter dengan tinggi mencapai 42 meter (termasuk chattra).
- Tingkatan: Terdiri dari 10 tingkat, yaitu 6 teras berbentuk bujur sangkar, 3 teras melingkar, dan 1 stupa utama di puncak.
- Bahan: Disusun dari sekitar 2 juta balok batu andesit yang diukir dengan detail dan direkatkan tanpa menggunakan semen.
- Jumlah Patung dan Relief: 594 patung Buddha dengan berbagai mudra (gerakan tangan) berbeda, dan 2.672 panel relief yang membentang lebih dari 2,5 kilometer.
Candi ini menjadi cerminan dari keterampilan arsitektur, teknik rekayasa, dan kesenian tingkat tinggi dari masyarakat Jawa kuno.
Tiga Zona Spiritual dalam Konsep Dhatu
Candi Borobudur dibangun mengikuti konsep Tiga Dhatu dalam ajaran Buddha, yakni:
1. Kamadhatu (Alam Kehidupan Duniawi)
Zona paling bawah yang menggambarkan dunia penuh nafsu dan keinginan manusia.
Relief di Kamadhatu berjumlah sekitar 160 panel yang memuat kisah Karmawibhangga – hukum sebab-akibat tentang perbuatan baik dan buruk.
2. Rupadhatu (Alam Peralihan)
Zona peralihan yang melambangkan dunia di mana manusia mulai melepaskan diri dari nafsu duniawi.
Terdapat 328 patung Buddha serta ukiran relief yang menggambarkan kisah dari kitab suci seperti Lalitavistara, Jataka, Awadana, dan Gandawyuha.
3. Arupadhatu (Alam Ketuhanan)
Zona puncak yang merepresentasikan dunia tanpa bentuk fisik. Tiga teras berbentuk lingkaran menampung 72 stupa berlubang berisi patung Buddha dalam posisi meditasi, dan di tengahnya berdiri satu stupa besar kosong, simbol pencerahan murni.
Cerita dalam Relief Candi Borobudur
Relief Candi Borobudur mengisahkan berbagai ajaran moral dan spiritual melalui cerita-cerita besar, di antaranya:
- Karmawibhangga: Menggambarkan siklus karma, tentang perbuatan manusia dan akibatnya.
- Lalitavistara: Menceritakan riwayat hidup Siddhartha Gautama sebelum menjadi Buddha.
- Jataka dan Awadana: Mengisahkan kehidupan Sang Bodhisattva sebelum mencapai pencerahan, serta cerita moral tentang kehidupan para makhluk.
- Gandawyuha: Berkisah tentang perjalanan Sudhana dalam mencari kebenaran tertinggi melalui bimbingan para guru spiritual.
Setiap relief diukir dengan detail artistik tinggi, memperlihatkan budaya, kehidupan sosial, serta nilai-nilai luhur masyarakat Jawa abad ke-8 dan ke-9.
Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Candi Borobudur
Candi Borobudur mengandung banyak nilai filosofis yang tetap relevan hingga kini, antara lain:
- Kebijaksanaan: Melalui pelajaran karma dan perjalanan spiritual menuju pencerahan.
- Kedamaian: Aura ketenangan yang dipancarkan dari struktur, suasana, dan ajarannya.
- Harmoni: Mengajarkan tentang keselarasan antara manusia, alam, dan kehidupan.
- Keindahan: Borobudur adalah contoh nyata betapa budaya Jawa kuno menjunjung tinggi seni dan estetika dalam membangun tempat suci.
Setiap detail Borobudur bukan sekadar ornamen, melainkan bagian dari narasi spiritual yang mengajak manusia merenung tentang tujuan hidup.
Candi Borobudur Sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO
Pada tahun 1991, Candi Borobudur resmi ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO.
Pengakuan ini diberikan atas nilai sejarah, arsitektur, seni, dan spiritualitas yang luar biasa yang terkandung di dalamnya.
Meskipun sering disalahpahami sebagai “salah satu dari tujuh keajaiban dunia,” Borobudur sebenarnya memiliki statusnya sendiri sebagai mahakarya dunia yang tidak ternilai.
Kini, Borobudur menjadi salah satu destinasi wisata spiritual dan budaya terpenting di Indonesia, menarik jutaan wisatawan dari seluruh penjuru dunia.
Candi Borobudur bukan sekadar monumen batu besar. Ia adalah lambang kebijaksanaan, kedamaian, harmoni, dan keindahan yang lahir dari budaya luhur bangsa Indonesia.
Menyelami Borobudur berarti merenungi perjalanan hidup manusia dari dunia fana menuju pencerahan sejati.
Sebagai bangsa Indonesia, kita patut bangga memiliki warisan budaya dunia yang luar biasa ini, dan sudah seharusnya kita menjaga, melestarikan, serta terus mengenalkan Borobudur kepada generasi mendatang dan dunia.